
Suku bunga global menunjukkan dinamika yang menarik sepanjang pertengahan tahun ini. Sejumlah bank sentral utama dunia telah mengumumkan arah kebijakan moneternya yang mencerminkan tren pelonggaran yang mulai meluas. Sebagian lagi memilih bertahan bahkan mengerek suku bunga.
Sejak awal 2024, tren penurunan suku bunga mulai terlihat, dipimpin oleh Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB). Pada Juni 2024, ECB memangkas suku bunga dari 4,0% menjadi 3,75%. Pemangkasan berlanjut pada September menjadi 3,5%, lalu turun ke 3,25% pada Oktober, dan ditutup dengan penurunan ke 3,0% pada Desember 2024. Artinya, hanya dalam setahun, ECB telah memangkas suku bunga sebanyak 100 basis poin.
Tren pelonggaran ini berlanjut di 2025. ECB kembali memangkas suku bunga pada Februari, Maret, dan April, hingga berada di level 2,25%. Kemudian, pada Juni 2025, ECB kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke posisi saat ini, yakni 2,0%.
Bank of England (BoE) juga mengikuti langkah pelonggaran serupa. Pada Agustus 2024, BoE menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5%. Pemangkasan berlanjut pada Desember ke level 4,75%. Memasuki 2025, tren pemangkasan berlanjut pada Maret dan Mei, hingga saat ini suku bunga acuan BoE berada di level 4,25%. Sinyal pelonggaran diperkuat oleh mulai meredanya tekanan harga di sektor jasa dan upah di Inggris.
Sementara itu, Federal Reserve (The Fed) baru mulai menurunkan suku bunga acuannya pada paruh kedua 2024. Pada September, The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin dari 5,5% menjadi 5,0%.
Langkah tersebut diikuti pemangkasan lanjutan pada November 2024 sebesar 25 basis poin ke level 4,75%, dan kembali turun menjadi 4,5% pada Desember. Sejak saat itu, suku bunga The Fed bertahan di level 4,5% hingga Juni 2025.
Meskipun begitu, langkah The Fed dalam melonggarkan kebijakan moneter dilakukan secara lebih hati-hati dibanding ECB atau BoE. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan tarif perdagangan dari Presiden AS Donald Trump yang menambah tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar. Dalam situasi normal, The Fed mungkin akan memangkas suku bunga secara lebih agresif. Namun, kebijakan tarif menjadi salah satu faktor penahan utama.
Kondisi tersebut membuat arah kebijakan The Fed sulit diprediksi. Meski data inflasi menunjukkan perbaikan dan mulai mendekati target 2%, risiko dari kebijakan fiskal dan perdagangan membuat bank sentral memilih untuk wait and see. The Fed pun terus menyeimbangkan antara menopang pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas harga.
Di tengah situasi ini, muncul spekulasi bahwa Presiden Trump akan menunjuk ketua The Fed yang baru untuk menggantikan Jerome Powell, yang masa jabatannya dimulai sejak 2018. Pasar menilai calon pengganti Powell kemungkinan akan lebih dovish, membuka ruang lebih besar bagi penurunan suku bunga.
Berbeda dengan negara-negara Barat, Jepang mengerek suku bunga. Langkah ini menjadikan Jepang sebagai pengecualian di tengah tren pelonggaran global.
Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak krisis keuangan global 2008, pada 24 Januari 2025.
Ini menggarisbawahi keyakinannya bahwa kenaikan upah akan menjaga inflasi tetap stabil di sekitar targetnya sebesar 2%.
BOJ menaikkan suku bunga kebijakan jangka pendeknya dari 0,25% menjadi 0,5%, level yang belum pernah terjadi di Jepang selama 17 tahun. Hal itu dilakukan dengan pemungutan suara 8-1 dengan anggota dewan Toyoaki Nakamura yang tidak setuju.
Perbedaan kebijakan suku bunga di berbagai negara mencerminkan kondisi ekonomi domestik masing-masing negara serta respons terhadap tekanan eksternal seperti kebijakan perdagangan dan dinamika geopolitik.